Akhir Juli kemarin, Kairo
dipenuhi oleh orang-orang hebat, seperti Bapak Lukman Hakim Saifuddin, Bapak
Mahfud MD, serta para mahasiswa-mahasiswi yang amat sangat aduhai. Emm..
Kayaknya kata ‘aduhai’ kurang cocok ya. Tapi, masa bodo amat lah ya. Yang punya
blog juga siapa.
Lah, nyolot.
Mereka datang kesini untuk
menghadiri acara Simposium yang berlangsung di Kairo. Acara ini adalah kali
pertama disenggalarakan di kawasan Timur Tengah, dan Kairo terpilih menjadi
tuan rumah.
#CIE
Biasanya acara seperti ini diadakan
di Eropa, tapi gue nggak tau juga sih.
Dan kali ini, gue akan membahas
hal lain. Kenapa tidak membahas acara Simposium? Karena tempo hari gue sakit,
dan tidak bisa hadir dalam acara tersebut. Daripada nanti gue menceritakan hal
yang sesat, lebih baik kalian main ke websitenya disini.
Meskipun gue nggak ikut, tapi
sensasinya terasa banget. Buktinya, walaupun gue tergeletak di kamar, tapi gue
masih bisa melihat isi hall acara. Setiap membuka aplikasi BBM ataupun
Instagram, yang gue lihat adalah foto berupa pemandangan didalam ruangan yang
dipenuhi oleh buanyak manusia. Dan tentunya caption yang bertuliskan,
‘Duh kepala aku pusing,
kayaknya harus beli tas baru nicch’
‘Aku mau kayang di tengah
jalan, kamu nggak mau ikutan gitu?’
Iya, seperti itulah captionnya.
Menarik serta tidak nyambung, bukan?
Nggak deng, nggak kayak gitu
captionnya. Becanda.
**
Beruntung kemarin gue sempat
ikutan acara dialog santai yang pembicaranya merupakan delegasi dari berbagai
tempat. Dialog santai pertama, ada tiga orang pembicara. PPI Belanda, Turki,
Tunisia, serta Malaysia. Kebanyakan dari mereka bercerita tentang cultural
shock yang mereka rasakan di tempat kuliah mereka saat ini.
Yang paling asyik adalah ketika
bang Ali dari PPI Belanda membagikan pengalamannya. FYI, sebelum dia menjadi
salah satu mahasiswa di Belanda, bang Ali merupakan ketua BEM di Universitas
Indonesia. Sebetulnya, gue nggak terlalu peduli juga dengan hal itu, karena ya
emang gue nggak kuliah di UI. Yang membuat hal ini menarik adalah ketika bang
Ali membahas sedikit tentang hukum-hukum, membahas sedikit tentang cara mudah
untuk meraih mimpi, membahas sedikit tentang menjadi masyarakat Indonesia yang
bangga terhadap negrinya sendiri. Pembahasannya renyah.
Tiga tengah (Kiri PPI Malaysia, tengah PPI Belanda, kanan PPI Tunisia) |
Ketika mendengar hal itu, gue
serasa seperti orang yang dilempari oleh batu-batu kecil. Entah pergaulan gue
disini yang masih sedikit dan hanya berkutat dengan orang-orang itu saja, tapi
gue merasakan suntika baru, ketika mengikuti dialog santai seperti ini. Biasanya
yang gue dengar dari curhatan teman-teman gue ya nggak jauh-jauh dari,
‘Gue galau nih, dia nggak
ngasih kabar’
‘Dia sebenernya suka sama aku
nggak ya?’
‘Hari ini, krudung aku manis
nggak, zi? Baru beli loh’
Padahal dia cowo. Kan tai kambing.
Gue sendiri, malah belum pernah
tuh diskusi sesat dengan teman-teman gue membahas politik yang terjadi di
Indonesia, membahas apa yang terjadi di Irian Jaya, berbicara mengenai ekonomi
islam yang sedang tren di Eropaitu, atau yang paling relevan dengan kehidupan
gue di Mesir, membahas tentang islam itu kan mengajarkan untuk saling
menyayangi, tapi kenapa masih ada diantara madzhab yang satu dengan lainnya
saling merasa paling benar?
Hidup gue sepertinya terlalu
santai ya, hanya sebagai penadah sebuah informasi. Bukan sebagai sosok pencari
ilmu, yang giat mendatangi majelis-majelis ilmu, kemudian saling berbagi ilmu
antar satu sama lain.
#CIE
Dan satu lagi, perkataan yang
menyentuh hati gue adalah,
‘Kalau kalian membayangkan hal
yang luar biasa, usahanya harus berdarah-darah untuk meraih hal tersebut’
Apakah karena zaman sekarang,
manusia telah dimanjakan oleh berbagai macam alat tekhnologi yang canggih serta
mempermudah segala urusan manusia, membuat manusia lupa, bahwa segala hal yang
ingin dicapai itu selalu ada prosesnya?
Kampret lah, gue jarang banget nulis serius kayak gini.
Materi yang dibawakan oleh
delegasi PPI Turki, Tunisia, serta Malaysia, juga seru. Membahas tentang
politik Turki, sifat ramah warga Tunisia, serta...
Hmm...
Masyarakat Indonesia yang
banyak berada di Malaysia tanpa memiliki pekerjaan.
Miris, kan?
Dialog santai selanjutnya,
dibawakan oleh pemateri-pemateri yang merupakan alumni pondok gue. Gue kadang
sering berfikir, didepan gue(ketika acara dialog berlangsung) ini banyak orang
hebat. Entah itu yang kuliah di Tunisia(beda orang, bukan dari pemateri di
dialog pertama), kuliah di UII dan menjabat sebagai presiden BEM, mahasiswa
lulusan UII, tapi telah mengunjungi empat benua, hanya kurang benua Australia, maka
dia hidupnya varokah telah mengunjungi semua benua. Kemudian ada yang
menjadi mahasiswa pakistan, serta mahasiswa di Arab Saudi.
Dari kiri-kanan (PPI Tunisia, PPI Pakistan, BEM UII, UII, PPI Arab Saudi)Â |
Pertanyaan yang sering gue tanyakan ke diri sendiri adalah,
‘Versi terbaik dari diri gue,
apakah bisa melebihi mereka ya?’
Dan lagi-lagi, obrolannya
tentang Indonesia. Tentang politik, ekonomi, tentang agama. Bahkan sepertinya, senior
gue yang sudah mengeliling empat benua serta penyuka buah anggur ini, lebih
religius ketimbang diri gue. Lalu, sampai sejauh ini hal apa yang telah gue
kuasai? Sampai saat ini, achivment apa saja yang sudah gue raih?
Pertanyaan yang sampai sekarang
pun, gue nggak tau jawabannya.
Kalau kamu sendiri gimana?
**
Mungkin, di umur kita yang
sekarang, nggak ada salahnya untuk belajar banyak hal, serta tidak membatasi
diri dengan sedikit ilmu. Nggak keren juga, ketika jalan sama gebetan ditanya ‘ini
‘itu’, jawabannya hanya ‘angguk-angguk kepala’.
Ini hanya pikiran random gue aja.
Hehehe.
Sepertinya, akan lebih memperbanyak
waktu untuk membaca buku-buku lagi. Dan juga mendengarkan musik ataupun film
lebih banyak lagi. Kalau saran lagu dari gue ya lagu dengan judul Nyanyian Kode
dari Kasino sama Dono sih.
Daah.
Tags:
Dailylife
setuju ame lu zi, kalau boleh semuanya di pelajari. biiar makin banyak suntikan ilmunya. Gue juga berfikir kyk gitu, ngk ush gebetan, fikir aja gimana klu kita2 ini udh jadi orgtua trs anak2 bnyk nanya sesuatu hal yg emng kita ngk tahu. mau jawab apa coba ? googling dulu ?
ReplyDeleteNah... Semua renungan lo itu, zi. Harusnya diinget terus. Jangan cuman kelar di blog. Besok kembali ke zaman dahulu kala lagi... Hadeh...
ReplyDeleteGue setuju, sih, zi. Bahwa kita semua harus terus membuka diri (tanpa kutip) untuk menerima dan mempelajari hal baru. Dunia boleh maju, tapi kitanya jangan mundur. Harus bisa nyatu sama keadaan baru, tempat baru, suasana baru dan tentunya ilmu baru..
Kalau ada tujuan yg hendak dicapai, ya mesti rela berkorban. Mis waktu dan tenaga gitu. Tapi percaya aja, kalau gak ada usaha yang sia sia. Gue bisa bayangin manfaat apa yg bisa digali lebih kalau menghadiri acara Akbar seperti itu. Bayangin aja berbagai delegasi dari negara-negara terpilih, saling berbagi ilmu pengetahuan. Mmh, sebuah kesempatan yang sangat langka. Buat yg non-muslim seperti gue, ga terlalu penting sih datang. Yang penting bisa paham intisari pembicaraan mereka aja.
ReplyDeleteBtw gue jarang banget nulis komentar seserius ini.
asyik ya mendapat banyak hal dari orang lain yg bisa berguna
ReplyDeletekeren, ketemua sama orang2 hebat di bidang politik dan hubungan internasional banget tuh ya. miris sih, waktu tau kalau banyak orang indonesia yang jadi pengangguran di negri tetangga sana. huh, sekalinya jadi tkw malah disiksa. Gue jadi penasaran, seberapa ramah kah warga Tunisia itu..
ReplyDeleteteman gue barusan cerita saat ikut simposium di mesir kemarin. Bahasannya banyak banget. Doi seneng bisa nambah link dari mahasiswa-mahasiswa yang ikut disana
ReplyDeleteudah lama nggak maen kesini, ceritanya masih sekitaran kairo nih, kok nggak pulang-pulang ya, broo hehehe... iya tuh bro, mumpung lagi di luar negeri,dan ada banyak fasilitas buat diskusi sama banyak orang yang bisa menginspirasi mending dimanfaatkan loh.
ReplyDeleteUdah keren belum Zie bisa diskusi langsung dengan orang-orang keren? hehehee
ReplyDeleteMudah-mudahan sih nantinya kamu bisa bakalan sesuper mereka, bisa membicarakan banyak hal politik, hukum, agama, dll tentunya dengan ilmu yg memadai.
Amin
Kalo kita ngeliat keatas pasti kita merasa selalu kurang, mungkin itu yang lo alami pas ngeliat para senor-senior lo yang udah menjelajah 4 benua dan ngomongin banyak hal tentang politik, ekonomi, agama, dll. tapi kalo kita nengok kebawah mungkin kita merasa beruntung dan berlebih.
ReplyDeletebtw, gue setuju selagi kita muda kudu belajar banyak hal, jangan terlalu membatasi diri, dan jangan takut juga waktu kita terbuang cuma buat mempelajari suatu hal yang baru, karena bagi gue ga ada ilmu yang sia-sia.
"Hidup gue sepertinya terlalu santai ya, hanya sebagai penadah sebuah informasi. Bukan sebagai sosok pencari ilmu"
ReplyDeletesaya merasa juga begitu mas, dan mungkin ini korban dari dampak akses media sosial..
Keren ih bisa ketemu orang orang keren gitu. Semoga juga jadi kayak mereka mereka. :3
ReplyDelete