Banyak hal
yang tidak mengenakan ketika belajar di Mesir. Walaupun sejatinya, semua hal
tidak enak itu hilang seketika, ketika bertemu dengan para ulama-ulama yang
sangat baik sekali hatinya dan sangat pemurah dalam mengajarkan ilmu-ilmu agam kepada
kami.
Tapi berbeda
dengan si paman kampus, yang amat sangat… duh, bahasa yang cocok untuk
mendeskripsikan si paman-paman berjenggot ini apa ya. Paman pelatih kesabaran
orang? Paman jenggot? Ya itulah pokoknya. Disini disebutnya suun, kalau
di Indonesia mungkin seperti bagian Tata Usaha (TU) kampus.
Setiap tahun
seluruh mahasiswa Al-Azhar akan mendatangi suun kampus, entah itu untuk
mengambil lembaran kertas yang nantinya akan para mahasiswa gunakan untuk membayar
di bagian administrasi kampus. Atau untuk mengambil kartu mahasiswa. Atau juga
bisa untuk mengambil tanda bukti kita sebagai mahasiswa, dan nantinya berguna
sebagai salah satu persyaratan yang harus kita bawa untuk memperpanjang visa
kita di Mesir.
Tapi selain
tugas paman suun yang sudah gue sebutkan diatas, ada satu hal lainnya
yang membuat paman suun ini
selalu diingat oleh para mahasiswa fakultas Syariah.
Sistem
perkulihan di Al-Azhar masih mengikuti masa-masa sebelumnya. Yang sebagian
besar masih dikerjakan secara manual, secara tulisan tangan. Begitu juga dengan
sistem administrasi kampusnya yang dilakukan dengan cara mengantri di khozinah
(tempat untuk membayar uang perkuliahan). Harus seperti itu, tidak bisa dengan
mentransfer uang pembayaran ke rekening kampus.
Kalau di
Indonesia para mahasiswa harus membayar setiap semester, di Al-Azhar hanya
membayar sekali setiap tahunnya. Dan jumlah uang yang dikeluarkan tidak lebih
dari 300 ribu. Diluar untuk membeli buku-buku pelajaran serta buku-buku
pendukung lainnya loh ya.
Jadi kalau
secara singkat seperti ini,
Antri suun meminta
kertas kecil, tanda untuk membayar- Antri di khozinah untuk membayar - Antri lagi di suun untuk menyerahkan
kwitansi pembayaran dan selanjutnya meminta kartu mahasiswa serta tanda
mahasiswa untuk memperpanjang visa tinggal kita di Mesir.
Tapi.
Enggak
sesederhana itu di kenyataannya, pak.
Dari rumah,
gue berangkat jam tujuh pagi ketika teman-teman gue lebih banyak memilih untuk
duduk santai di rumah sambil selimutan, dan meminum the hangat. Perjalanan dari
rumah menuju kampus hanya membutuhkan waktu sekitar lima menit untuk jalan
kaki, dan tujuh hari kalau sambil kayang. Sepanjang perjalanan banyak toko-toko
yang tertutup rapat, begitu pula anjing liar yang asik tidur diatas kap mobil. Semuanya
mager.
Kairo di musim
dingin seperti ini memang lebih asik di habiskan dengan meminum teh hangat
serta menghirup sisha, selain tidur dibawah selimut tentunya. Biasanya
tiap pergi ke kampus, gue akan menemukan paman-paman tersebut sedang duduk
santai didepan kafe, sambil berbicara dengan teman sepermainannya. Entah teman
sepermainan klereng atau karambol, gue
enggak paham juga. Dan enggak ada niatan untuk bertanya kepada mereka juga sih.
Didepan gedung
fakultas Syariah sudah ada beberapa orang yang sedang duduk di bangku taman.
Tujuannya sama seperti gue, untuk mengantri demi selembar kertas. Kebanyakan
yang sudah datang adalah para mahasiswa Malaysia serta Indonesia. Biasanya kita
akan menunggu diluar gedung, sampai gedung telah dibersihkan. Enggak ada yang
tau pastinya selesai jam berapa, yang penting ketika sudah diizinkan masuk, ya
baru masuk. Gitu.
Antrian sudah
panjang, tapi para paman-paman petugas disini belum ada yang datang. Biasanya
mereka akan datang jam Sembilan. Tapi berbeda dengan paman yang akan gue bahas
sekarang.
Arah jarum
kecil di jam tangan gue mengarah ke angka sepuluh, kemudian datanglah si paman
ini dengan membawa segelas kecil teh hangat, denga tampang tak berdosa. Apakah
dia peduli dengan banyaknya antrian yang ada didepan ruangannya? Oh tentu
tidak. Dari sekian banyak ruangan di lantai satu, hanya ruangan dia saja yang
dipenuhi dengan banyaknya mahasiswa seperti ini. Bahkan antrian ini sampai
menutup jalan orang memasuki ruangan lainnya. Mantap? YA MANTAP LAH ALIG LU.
Gue masih
bingung sih, teman-teman kerja si paman ini kalau lagi jam istirahat enggak ada
yang ngomongin apa gitu. Enggak ada yang nyeletuk,
“Kita dateng
jam Sembilan, dia enak-enak dateng jam sepuluh. Hih. Kzl”
“Bawa tehnya
cuman satu lagi. Iiih”
“Abis kerja
nanti kita jadi main karambol kan?”
Apakah penderitaan kita sudah sampai hanya
disitu? Tentu saja belum. Terkadang ketika sudah mengantri, si paman ini dengan
santainya mengatakan,
“Yang sudah
bayar rusum serta iqomah saja yang boleh”
TERUS YANG
BELUM BAYAR ENGGAK BOLEH? PAN KITA NGANTRI BUAT NGAMBIL KERTAS TANDA BUAT
BAYAAAAR, DUH ELAH MALIIIH
“Kertas tasdiq(kertas
tanda bahwasanya kita mahasiswa di Al-Azhar) abis. Besok saja datangnya”
LU KASIH
TAUNYA JANGAN SEKARANG MALIIIH. DARI TADIII PAGI HOY!
Yah. Seperti
itu lah kurang lebih.
Kertasnya
habis lah. Atau ketika antrian hanya tersisa dua orang lagi didepan kita, tapi tiba-tiba
si paman ini keluar ruangan dan dengan santainya mengusir kita pergi dan
menyuruh kita datang esok hari. Kzl.
Tapi walaupun
begitu, yasudah lah. Sudah terjadi juga. Ikhlas saja. Anggap saja seperti bumbu
kehidupan. Pasti si paman ini punya sisi baiknya juga kok, semua orang bukannya seperti itu? Punya sifat baik dan buruk? Dan meskipun begitu, toh kita para mahasiswa disini tetap bisa
belajar dengan tenang. Entah belajar di kampus ataupun dengan para masayikh
disini. Dan semoga saja bisa mengamalkan ilmu yang kita pelajari nantinya ke
orang lain. Amin.
Gile. Bisa bijak
gitu lu, nyet
Tags:
Dailylife
Hm gue gatau harus bela siapa bang. Karena gue masih di Indonesia, gak bisa menjustifikasi tanpa ada manifestasi /halah/.
ReplyDeleteJadi gue punya kenalan, lumayan deket, sama petugas perpus kampus gue. Hahahahaha (bentar ketawa dulu). Gimana ya gue ceritanya :/
Banyak temen2 gue yang memberi kesan kurang baik kepada si petugas pengembalian buku ini. Alasannya krn kurang senyum, gak ramah, dll lah. Pokoknya bikin males ke perpus deh. Kalo ga ada tugas makalah, amit2 deh. Muka petugasnya ga bersahabat.
Nah padahal....ya, gue sebagai org yg kenal si petugas ini diluar jam kerjanya ngerasa....dia baik2 aja sih. Cuma emang cara berinteraksi/bicaranya gak 'ramah'. Tapi bukan berarti ga berhati baik ya.
Hmm, beliau sih ngelesnya gini, "ya org S*matera mah begini ngomongnya, keras. Lagian saya juga ga cocok sebenernya kalo berhadapan langsung sama orang."
Tapi ya menurut gue, kalo udah di posisi pekerjaan yang ngadepin orang, harus dikesampingkan dulu karakter yang 'ga suka orang'. Profesional lah.
Tapi kadang mahasiswanya nyebelin ga bisa antri.
Trus tapi juga kudu senyum kan ya.
Apaan sih, gitu pokoknya.
Sabar bang, jangan2 suun itu lagi bete. PMS.
Aaaa komen gue kayak cerpen -_-
DeleteDia cowo. Dan emgnya bisa PMS gtu?
DeleteYah mau berfikiran positif gmna, jatohnya bakalan seudzon mulu sih. Hahah.
Kita nunggu dri jam stgah tujuh, dia dteng jam 10 dan slesai jam 12. Pdhal tmen" kerjanya yg lain dteng jam 9 slesai bhkan smpe jam 1. Gmna? Udh mulai seudzon blom nih?
bisa jadi itu si Paman tersayang lagi PMS mas, jadi sensi begitu ya..
ReplyDeletehihi
Gue seudzon mulu sma si paman ini
DeleteHeuheuheu
kenapa kesannay dari cerita2mu...mesir itu nggilani ya ahahah
ReplyDeleteEheheheheheh :))
DeleteGue emang aslinya bijak kok.
ReplyDeleteJgan kaget gitu ah :))
Waah btw sampe sekarang masih kuliah di sana? Tp kayanya ga cuma di mesir aja deh. Perasaan di Indonesia pelayan masyarakat banyak yang gak mengerjakan tugasnya dengan baik. Pada telat lah gak ramah/judes seenak udel kalo ngomong, tp ya gimana lagi kan kita yg butuh...
ReplyDeleteOh ya btw lagi, di HP ku template mu menggangguku 😂😂😂
DeleteMau baca lagi scroll ke bawah tiba2 miring malah kegeser kiri trs tulisannya ilang, dibalikin lagi gabisa. Kan kzl. Apa cuma HP ku aja yg kaya gini?
wew mungkin dia lagi galau, pengen ikut kuliah juga.. tapi dan gak bisa lagi...
ReplyDeleteOh, paman suun itu semacam TU ya..
ReplyDeleteGegara paman kampus ini. Bikin orang mikir yg gk2 ya, Mas. Suudzon gitu ya. Dah ah, ngelus dada :)
Adekku cita-cita pengen kuliah di Mesir jg, Mas. Semoga kesampaian seperti mas Ahmad..aamiin..
Ternyata sistemnya beda ya kayak di indonesia, tapi ya tetep ngantri juga,kagak bisa via online, diurus sambil selonjoran di kasur hehe
ReplyDeleteSeharusnya sistem kuno yang belum bisa transfer itu perlu diperbarui. Ya, daripada bikin panjang antrean gitu. Saya pun jadi ingat kejadian di kampus dulu, ketika sistemnya sering eror dan nggak bisa transfer ke bank itu, para mahasiswa kudu antre. Nggak boleh dititipin. Saking padatnya mahasiswa, bahkan ada yang pingsan. :')
ReplyDeleteSuun pak Suun... kenapa engkau kzlin..
ReplyDeleteMacam mana nggak kzlin, wani piro dulu.. wani piro duluuuu~
Hehe... sabar yaaa... pasti ada sesuatu di balik cobaan menunggu ini hehe...
ternyata di Mesir sistem pembayaran masih manual gitu ya mas, dan itu biaya per tahun 300 ribu, itu mata uang mesir atau mata uang Rupiah mas hehe
ReplyDeleteMas mau tanya gimana rasanya menghirup sisha?
Wow...
ReplyDeletemasih manual...
keren...
Wah mantap di mesir ada musim dinginya. Wah manual kayak waktu gue sma aja bayar sppnya wkwkw pamanya itu kayak petugas TU ya di indo?
ReplyDeleteOh ya btw templatemu rada berat boi dan kalau di hp ngeselin bisa geser sendiri menunya masukan aja sih hehe
harusnya pas ketemu paman lu kasih cemilan cepuluh, zii.
ReplyDeletepas baca judulnya “paman“ kampus, yang terlintas seketika di kepala gue adalah satpam kampus wheheh
ReplyDeletewah ternyata beda juga di mesir sama di tempat gue ya, di sini, semuanya hampir serba elektronik, gue bayar kuliahpun via online , dan btw itu demi apapun dia telat sejam, kok jadi gregetan sendiri gue bacanya sih, jdi kzl kzl kzl lol
Cuma fokus di 300 ribu setahun. What? Murah banget ini mah namanya. Hehe
ReplyDeleteCoba cek deh biaya ngampus di Indonesia berapa. Tau lah. :)
Kan sistemnya pasti beda. Selain itu, belajar juga emang mahal. Tinggal pintar2 aja nyari beasiswa~
DeleteSumpah, kutu di blogg lo pengen gua pites. Btw, si Paman boleh juga tuh bikin lo kesel. Sering2 ajaa Paman kek gitu. Aq padamu~~
ReplyDelete