Baca cerita sebelumnya disini ya.
**
Setelah puas bersuka ria dengan berbagai momen
yang terekam dalam kamera, perjalanan diteruskan menuju pantai Dimyat. Ane
punya perasaan berbeda ketika punya kesempatan untuk mengunjungi pantai. Dan
sepertinya, ane sendiri pun lebih sering pergi ke pantai yang ada di Mesir ketimbang di
Indonesia. Do’a kan saja bisa menjelajahi pantai-pantai indah yang ada di
Indonesia.
Amin.
Para perempuan-perempuan perkasa ini sebenarnya
masih enggan menginggalkan tempat karena mereka masih berkeinginan melihat
pertemuan dua laut secara langsung. Sedangkan kami para cowo-cowo yang mau
enaknya aja, lebih memilih untuk pergi ke pantai. Berhubung perut para
perempuan-perempuan ini enggak bisa berbohong, maka mereka memutuskan untuk
ikutan pergi ke pantai.
Kalau enggak mau ikut, ya ditinggalin aja lah.
Don’t be rich people difficult.
Tujuan pertama kami sampai di pantai, enggak
lain adalah memakan jatah perbekalan yang telah dipersiapkan sebelumnya.
Untungnya yang masak seluruh perbekalan adalah teman rumah yang punya skill
masak lebih jago ketimbang yang lain. Jadi, kemungkinan untuk keracunan hampir
mustahil terjadi. Beda cerita kalau ane yang masak. Mungkin perbekalan yang ane
masak akan diberikan secara cuma-cuma ke pengunjung pantai yang lain. Dari pada
keracunan, mending melihat orang lain keracunan. Mungkin itu yang akan mereka
fikirkan.
Baru kali ini dalam seumur hidup, perbekalan
makanan saat di pantai adalah nasi uduk beserta sambalnya. Harusnya kalau pergi
ke pantai itu, minum es kelapa sambil makan ikan bakar plus melihat birunya lautan.
Tapi, selama perut kenyang, enggak ada yang peduli dengan hal itu juga sih.
Niatan untuk berenang di pantai sepertinya akan
diundur. Karena ane lebih memilih untuk duduk didepan kafe, sambil melihat suasana pantai serta manisnya perempuan Mesir dari jarak yang enggak terlalu jauh. Sedangkan teman-teman cowo yang lain
pergi ke mobil untuk mengambil tikar yang telah dibawa dari rumah.
Sekarang ane baru tahu kenapa anak rumah selalu
mengingatkan untuk membawa tikar sebelum berangkat. Ternyata tikar ini
digunakan sebagai alas untuk tidur siang.
Jangan membayangkan di pantai ini telah
terpasang pondokan-pondokan kecil yang biasa ditemui di Indonesia. Disini hanya
ada kafe-kafe yang bangunannya terbuat dari kayu, lumayan besar tempatnya,
serta didepannya terpasang beberapa meja kecil, serta kursi, dan tentu saja
payung yang menutupi meja kecil tersebut.
Mereka menggelar tikar tepat disamping kursi
yang telah ane duduki, dan dengan santainya menyuruh ane menjaga hape serta
minuman yang mereka pesan. Setelah sebelumnya disuruh memutar lagu sepanjang
perjalan, sekarang harus menjaga barang berharaga mereka.
Why always me?
Bacod. Tinggal nurut
aje ribet lu Jaenal!
Para perempuan sedang asik berbincang didalam
kafe. Membahas gosip terbaru yang beredar, membicarakan perlengkapan Make-up,
meng-update insta story, atau membahas
tentang bajak laut. Entahlah.
Walaupun diri ane suka mendengarkan orang lain
bercerita dan menanggapinya dengan seksama, tapi terkadang ane mengharapkan bisa seperti sekarang ini. Duduk sendiri, di tengah keramaian, melihat berbagai macam
raut wajah orang yang berlarian menuju pantai. Ada yang tertawa gembira sambil
mengejar kawannya, ada seorang ayah yang menggendong anaknya serta tak lupa
menggandeng jemari istrinya, serta ada pula gerombolan anak muda yang sedang
asik mengabadikan momen dengan foto bersama dan beberapa kali ane melihat para
pedagang yang sedang merayu pengunjung pantai untuk membeli satu atau dua
barang dagangannya.
Seolah kebahagian-kebahagian yang terlihat oleh mata, masuk
ke dalam otak dan memberi sinyal untuk selalu bergembira.
Sering kali diri ane sibuk mencari sebuah
kebahagian, agar bisa bersyukur. Padahal seharusnya pola fikir yang harus digunakan adalah dengan perbanyam rasa syukur akan segala
keadaan sehingga membuat diri bisa selalu bahagia.
Betul tida jamaa?
**
Banyak hal yang baru ane ketahui tentang pantai.
Seperti misalnya, jangan sering-sering membasahi kepala dengan air pantai kalau
tidak mau pusing. Jika ada ombak yang datang, usahakan jangan terkena mata. Dan
ternyata air pantai lebih asin daripada yang ane bayangkan!
Gileeee, norak banget.
Baru 15 menit, kepala ane pusing.
Beberapa pengunjung pantai mendekati gerombolan
kami, mungkin merasa aneh karena wajah kami terasa asing. Mereka bertanya
darimana asal kami, dan sedang apa di Mesir. Yang menyebalkan adalah setiap
kali ane berkata bahwa ane berasal dari Indonesia seperti jawaban teman-teman
ane yang lain, mereka enggak akan percaya.
“Syiria?”
“Lebanon?”
“Pakistani?”
“Oh, Inta Hindi soh?” – Lu orang India ya?
“GUE DARI INDONESIA JAINUDIN! GUE TARIK JUGA
NIH BULU IDUNG LU”
**
Selesai mandi, kami para lelaki yang sebetulnya ingin beristirahat sejenak, harus membakar ikan untuk dinikmati bersama sambil
memandang matahari terbenam di pinggir sungai. Di lokasi yang berbeda. Lumayan
dekat dari pantai ini.
Beberapa orang Mesir yang akan menuju pantai
melihat kami dengan antusias saat kami berusaha menyalakan api dari bara yang
telah dibawa sebelumnya. Mungkin mereka merasa aneh, karena ditengah-tengah
manusia yang berwajah asia, terdapat ane yang wajahnya mirip orang Uganda.
Saat api telah menyala dan ikan telah mulai
dibakar, ada ibu-ibu datang menghampiri kami, bertanya ‘Ini berapaan harganya
ya?’ dan dijawab dengan senyuman mesum teman ane yang lain, sambil memberi tahu
bahwa ikan yang dimasak ini enggak untuk dijual. Lagi pula kalau melihat bentuk
ikan yang kami masak, teksturnya enggak jelas. Lebih banyak warna hitam
gosongnya. Semoga saja rasanya masih enak seperti yang biasa kami makan.
**
Perjalanan kami selanjutnya seperti mengejar
matahari terbenam. Walaupun dapat dipastikan kami enggak bisa melihat matahari
terbenam sesampainya kami di pinggir sungai, tapi para teman yang membawa mobil
melaju lumayan cepat.
Sesampainya disana kami langsung menggelar
tikar serta menumpahkan nasi yang tersisa, serta ikan yang telah dibakar. Ternyata
rasanya enggak seburuk yang difikirkan. Ternyata memang benar, ketika lapar,
segala makanan itu terasa... Biasa aja. Yang penting ada sesuatu yang bisa dikunyah oleh mulut.
Karena posisi kami makan adalah dengan cara tajamu, makan bersama-sama, pasti selalu
saja ada yang berkata ‘Yah, samping gue Pauji lagi’. Orang gemuk lah yang
selalu disalahkan. Mereka mengira bahwa ane makan banyak, ternyata dugaan
mereka salah. Justru dengan keberadaan ane, teman-teman disekitar memiliki lauk
yang lebih banyak. Karena tentu saja, tangan ane lebih sering mencomot lauk
dari setiap penjuru mata angin. Sehingga memberikan opsi lauk yang banyak bagi
teman-teman disekitar ane.
**
Perjalanan pulang enggak ada yang seru, karena
sepanjang perjalanan ane seperti mati suri. Hanya tidur saja. Dan alhamdulillah nya, ane enggak berada di
mobil yang sebelumnya, bersama para kawanan perempuan-perempuan yang doyan
nyanyi pas reff nya doang. Sehingga sepanjang perjalanan pulang enggak ada yang menganggu dengan
meminta diputarkan lagunya Via Valen yang bunyi liriknya, "Yok Ayok" .
Tags:
Travel
Disamperin dan ditanya harganya itu maksudnya bukan karena lo dikira kayak nelayan tanjung priok kan ya? Hmmmmm. Seru juga ke laut. Tapi gue agak nggak kebayang. Kalo di sana itu dingin apa gimana? Biasanya kan laut itu panas tapi banyak angin surr. Gitu.
ReplyDeleteteleq
Deletecobain, di. cupu banget lu ah
*abis ini digampar adi*
Pake kamera apa sih?
ReplyDeleteBtw, foto-fotonya udah bisa jadi anak senja pencinta kopi pengagum hujan penikmat petir pemuja badai pengabdi tsunami tuh. Hohoho
Btw lagi, gue baca ini lewat hp, refleks nepuk2 layar karena semut (atau lalat?) di blog ini. Hapus lah woy! :( kirain semut beneran huhu
beda-beda nih, gip. yang jelas bukan kamera gue. boleh minjem. wk
Deletefaaaak. hahahah
nah. tujuan gue emang bikin emosi pembaca yang baca dari hape ataupun di komputer, gip.
peliharaan gue lucu kan ya?
Jangan sampe ya ini semut saya semprot, bisa mati entar, laptop saya...
ReplyDeleteTernyata pantai di mesir dan cara menikmati lautnya kurang lebih sama aja ya kayak di indonesia. saya pikir karena di mesir, suara deru ombaknya pake bahasa setempat...
ayo dong semprot. plis
Deleteerrr.... konsep pantainya enggak kayak gitu juga sih, haw
Ah iya, sakit mata kalo keciprat air laut. Apalagi misalnya sekalian main air, muka jadi perih :(
ReplyDeleteJadi laper ngebayangin nasi uduk sama sambel *BRB KE PECEL LELE*
gue baru tau malah :(
Deletega ada yang pake bikini?
ReplyDeletekayaknya enggak nemuin tuh kemaren bos
DeleteKomentar yang bertanya tentang bikini lucu juga. XD
ReplyDeleteTuh, Ji. Lu pake bikini gidah. Biar besok-besok dia enggak usah nanya begitu lagi.
Gue setiap ke pantai, kayaknya jarang banget makan ikan bakar. Gue cari aman dompet, makan yang harganya paling murah. Enaknya minum es kelapa di pantai, gue bisa menyantapnya langsung dari kelapa yang sebagai wadahnya. Di penjual deket rumah mah pakai plastik atau gelas doang.
Tiap ke pantai enggak sampai mainan air, sih. Soalnya sering lupa bawa baju ganti.
gue di coret dari pertemanan kayaknya kalo pake bikini beneran
Deleteke pantainya rame-rame makanya, yog. patungan. kayak gue kemaren. wk
entar kering sendiri kok. main air aja. nanggung uy dah jauh-jauh
masa dikira orang syiria siiih??? wkwkwkwk bukannya orang syiria caem-caem yaaa???
ReplyDeletekalo orang India Bangladesh Pakistan mah masih bisa lah yaaaa
brantem aja lah yuk, sem :)
DeleteIni ada acara bakar-bakar ala barbekyuan, gitu? Tak kira cuma bawa nasi uduk plus sayur plus lauk udah mateng gitu. Ternyata, masih bakar ikan disana juga. Kasih tutorial bikin semut-semutan kaya disamping, dong, Zi...Biar blog ku juga bisa kaya gini tampilannya XD
ReplyDeletekira-kira kayak gitu lah.
Deletehahahaha, pembbaca blog gue aja pada ngamuk. entar blog lu d amuk masa juga uyy
Wahhh jalan ke pantai nihhh.. liburan asik emang pass berangkatnya kalau menurut sayaa, kek cewe cewe yang nyanyi itu, mungkin agak sedikit menghibur ketika perjalanan menuju lokasi :D, terkadang juga ada yang fales :v
ReplyDeletenah itu latihan sabarnya disitu
Delete