Teruntuk yang merasa dirinya
enggak berguna, enggak apa-apa. Bukan hanya diri lu saja yang merasakan hal
itu.
Teruntuk yang merasa kalau dirinya
terlalu overthinking akan terjadinya suatu hal, lagi-lagi akan gue katakan
kalau itu enggak apa-apa. Karena bukan hanya diri lu saja yang merasakannya.
Teruntuk kalian yang merasa
takut akan hal apa yang akan terjadi di masa depan nanti, enggak ada yang salah
dengan hal itu. Lu, gue dan jutaan manusia lainnya juga merasakan hal yang
sama.
Mungkin saat ini gue belum
menjadi apa-apa. Tapi gue mau menuliskan suatu hal, bahwa kalau kalian
merasakan menjadi manusia di tiga kategori, yang gue tuliskan di paragraf
sebelumnya, enggak ada yang salah dengan kalian.
Beberapa orang merasa bahwa
dirinya sampah masyarakat, jangan deh. Jangkauannya terlalu luas. Kalau kalian
pernah merasakan menjadi sampah keluarga, jangan takut. Bukan kalian aja yang
merasakan hal tersebut.
Kalau gue? Gue merasakan semua
tiga kategori tersebut.
Baca juga: Apa itu Mahasantri?
Terkadang kita sebagai manusia
merasa terpenjara akan hal-hal yang kita ciptakan sendiri. Bahkan, beberapa
orang ada yang menyerahkan hidupnya (baca:bunuh diri), karena merasakan hal
ini. Padahal hal itu belum terjadi, bahkan belum terjadi. Bisa jadi, hal yang
diciptakan oleh fikiran kita, membuat hal itu benar-benar terjadi.
Ada orang yang lebih nyaman
menyimpan segala keluh kesahnya di dalam lubuk hatinya sendiri. ‘Bisa jadi
orang yang gue curhatin, punya masalah yang lebih besar dari gue’ ‘Gue enggak
mau merepotkan orang lain’ itu baru sedikit alasan yang membuat seseorang memendam
keluh kesahnya seorang diri. Dan masih banyak lagi alasan-alasan yang lain.
Pertanyaannya, sampai kapan mau
seperti itu?
Beberapa hari yang lalu, untuk
pertama kalinya gue bercerita banyak ke senior gue. Yang pernah merasakan apa
yang gue rasakan. Di lima tahun yang lalu. Malu? Pasti. Mungkin, saat itu gue baru
memulai lagi untuk terbuka sama orang lain.
Rasa tertutup terhadap orang
lain, membuat diri kita merasa sendirin. Pola fikir kita akan mengatakan bahwa
tidak ada yang peduli terhadap nasib kita, enggak satu pun. Kenyataannya? Enggak
seperti itu. Prakteknya untuk terbuka dengan orang lain itu susah. Susah banget
malah. Tapi, kalau enggak pernah dicoba, enggak akan pernah tau kan?
Yang gue masih ingat dengan
perkataan senior gue adalah seperti ini,
“Udah lah tertutupnya. Udahan takut akan masa depan. Karena yang gue alami, saat-saat seperti itu gue enggak kemana-mana. Hanya jalan di tempat. Di nikmatin aja yang ada sekarang. Kerjakan semaksimal mungkin apa yang bisa di kerjakan. Dan buktinya, dengan melakukan itu gue merasa lebih berkembang”
Gue masih belum mempraktekan
semuanya, tapi sekarang mencoba untuk menerapkannya dalam kegiatan gue
sehari-hari. Dengan hal yang gue nikmatin, dan gue syukuri saat ini, rasanya
jauh lebih tenang. Enggak seburuk kemarin, dimana gue selalu berfikiran negatif
tentang masa depan, dan akhirnya malah berdiam diri tidak melakukan apa-apa.
Saat kita berdoa meminta yang terbaik, dan malah mendapatkan hal yang tidak sesuai, kenapa harus bersedih? Kalau kata temen gue sih,
"Mengapa orang susah bahagia? Karena tolak ukurnya adalah nikmat orang lain"
**
Begitu juga dengan pandangan
gue tentang kehidupan. Meskipun kebanyakan orang Indonesia suka
membanding-banding kan kesuksesaan seseorang dengan orang lainnya, hal itu
buruk untuk kesehatan mental.
Tujuan hidup itu berbeda-beda,
masa iya semuanya di banding-bandingkan? Misalnya, ada si A yang ingin bisa
menghafal Al-Qur’an, lalu dia datang ke pondok Tahfid agar hafalannya
bertambah. Lalu ada si B yang ingin bisa menjadi seorang penegak hukum, yang ujiannya
mengetes kemampuan fisiknya. Maka dia olahraga rutin, entah itu mendatangi
pusat kebugaran, ataupun sekadar rutin lari.
Baca juga: Krim wajah pria Mesir
Lalu ada yang bertanya, ‘Kok si
B malah lari-larian terus. Aneh’ lah kan dia ingin mengejar tujuannya, Malih. ‘Kok
si A di pondok aja, yang lainnya aja udah pada sibuk kerja’ pasti akan selalu
ada orang-orang yang seperti itu.
Kesuksesan tiap orang itu pasti
berbeda-beda. Jika iri dengan pencapaian orang lain, itu sangat manusiawi. Tapi
mau sampai kapan membandingkan pencapaian yang telah kita raih, dengan
pencapaian orang lain?
Begitu juga dengan rasa gagal. Setiap
orang pasti pernah gagal, dan rasanya pun berbeda-beda. Saat ini gue masih
gagal, tapi gue enggak mau lagi di hantui perasaan kegagalan yang telah gue
lakukan, gue enggak mau lagi menutup diri dan akhirnya malah diam di tempat. Kalau
kalian bagaimana?
Dan gue akan selalu teringat
oleh perkataan bokap gue tentang,
“Semuanya itu telah diatur. Rezeki, jodoh, kematian. Sekarang, lakukan apa yang bisa dilakukan dengan sebaik-baiknya, Zi”
Mulai lah berdamai dengan diri
sendiri dan menikmati apa yang bisa dikerjakan saat ini. Dan juga bersyukur atas hal-hal yang kecil sekali pun. Memang akan membutuhkan
waktu yang lama, tapi akan terasa lebih ringan untuk menjalani kehidupan dan
juga menatap masa depan yang akan datang.
Gue rasa.
Tags:
Dailylife
Everything takes time. Kapan pun lo merasa sedang ada pada titik terendah dalam hidup, selalu lihat ke bawah sampai lo ngerasa kalau banyak yang lebih parah dari lo biar lo lebih bersyukur dan berhenti negative thinking. Asik.
ReplyDeleteasik banget emang si senior blogger satu ini
DeleteApalagi belakangan ini pada ribut-ribut privilese, ya?
ReplyDeletePada umur sekian, si A udah jadi ini. Si B udah jadi itu. Kamu udah ngapain aja? Masa harus jawab: udah makan asam garam kehidupan sampai-sampai bodo amat dengan kesuksesan orang lain yang diributkan di media sosial. Saking merasa banyak gagalnya, jadi bisa sesantai itu.
betulll syekaliiii sodara Yoga!
DeleteTerima kasih sudah mengingatkan.
ReplyDeleteMemikirkan masa depan memang ada baiknya untuk bisa tetap berusaha sebaik mungkin di masa kini. Tapi, tidak yang overthinking dan membuat diri sendiri malah jadi ke arah yang salah.
semangaaat!!!
Deletesemoga tahun depan, bisa dihadapi dengan prespektif yang baru lagi!
Gue kadang kalau melihat orang lain atau temen sendiri 'sukses' gue selalu minder, kayak, 'Ya ampun si fulan udah sukses gue masih begini-begini aja. kadang ada rasa iri ingin seperti itu juga tapi gue sadar jalan hidup tiap orang emang berbeda-beda. jalani dan syukuri saja :)
ReplyDeletebetul sekali saudaraa Leon!!!
Deletejalanin ajalah haha
ReplyDeleteemang paling bener itu sih
Deleteheueheu
Cara menjalani masa depan adalah...
ReplyDelete...dengan tetap hidup.