Tulisan ini hanya berisikan
curhatan mas-mas biasa berumur 25 tahun.
Enggak ada guna nya untuk
dibaca.
Tapi, kalau mau dibaca pun, ya
silahkan.
**
Seperti yang gue bilang di
postingan sebelumnya, bahwa kehidupan di Jordan itu mahal. Entah dari biaya
hidup, makanan sehari-hari, jus buah yang biasanya gue beli dengan murah di
Mesir, di sini semuanya mahal.
Enggak mahal sih, kalau kalian
dari keluarga tajir, ataupun anak sultan rasanya murah-murah aja.
Beberap orang ada yang
menanyakan,
“Lah, kok jadi di Jordan?”
“Pekuliahn di Mesirnya bagaiman?
Di Drop out?”
“Tips untuk bisa tidur seharian, gimana sih?”
Jawabannya, ya karena emang gue
mau ganti kampus aja.
Gue enggak di Drop out dari
kampus kok. Beneran. Gue tau, gue enggak pinter. Tapi, enggak sampai
dikeluarkan dari kampus.
Sebelum memutuskan untuk kuliah
di sini, gue tau bahwa perkuliahan di Jordan itu mahal. Tapi, enggak mengira
bahwa mahal banget, bangsat.
Hhhh
Kayaknya dari tadi, gue
menuliskan tentang kekesalan gue tentang perkuliahan di sini ya.
Oke, selanjutnya gue akan
berusaha untuk membuat tulisan ini lebih bermanfaat.
Semoga.
**
Karena gue melanjutkan strata 1
di kampus Jordan, alhasil gue harus memulai untuk beradaptasi lagi dengan
lingkungan yang baru.
Untuk biaya hidup kan sudah gue
jelaskan sebelumnya.
Untuk perkuliahannya, gue
seperti manusia dari dimensi lain, saat pertama kali masuk ke kampus. Karena yang
biasa gue lihat, gedung kampus di Al-Azhar itu kecil. Berbeda jauh dari kampus
gue yang sekarang.
Selain bangunan nya yang sangat
luas, pekuliahan di sini pun jauuuuh lebih tertata. Semuanya serba online, dan
yang membuat diri gue belum terbiasa adalah kampus ini di campur antara
laki-laki serta perempuan.
Silahkan untuk ngatain gue
norak. Kalian coba kuliah di Al-Azhar Mesir dulu gih.
Setelah shalat shubuh, langsung
berangkat ke kampus untuk mengurus biaya administrasi kampus sekaligus membuat kartu pelajar serta memperpanjajang visa. Udah
gitu, loketnya baru buka jam sembilan.
Eh, salah deng.
Tergantung mood penjaganya aja.
Dan loket tersebut tutup setelah
shalat dzuhur. Sekitar jam 1 siang.
Paham kan, kenapa gue norak
banget dengan kampus saat ini yang segalanya sudah tertata rapi?
Pekerjaan terbaru gue saat ini
adalah bagaimana untuk bisa berbaur dengan teman-teman kampus gue, yang rata-rata
umurnya dibawah gue 6 tahun, tanpa terlihat seperti om-om yang sok asik.
Susah tau.
Terlebih lagi, gue tipikal
manusia yang susah bergaul dengan orang-orang baru. Dan ini sebenarnya enggak
bisa jadi pembenaran untuk diri gue juga sih.
Gue masih tau kok, impresi
orang pertama kali saat bertemu dengan diri gue.
Muka galak, jarang bicara dan
jarang senyum, bongsor alias udah tinggi ditambah gemuk pula. Macam peserta adu
panco.
Nah, sekarang gue harus
berdamai dengan diri gue sendiri saat orang-orang baru memandang gue seperti
itu.
Sejatinya gue suka bacot, bercanda
serta memalukan jika dengan orang-orang yang satu frekuensi dengan diri gue. Tapi,
yah masih belum nemu aja.
Saat gue merasa bahwa hal ini
lucu, mereka (baca:teman-teman baru gue saat ini) enggak menemukan letak
lucunya. Begitu juga dengan bercandaan mereka yang enggak masuk ke selera
bercandaan gue.
Padahal, sebelum gue berangkat
kesini, gue sudah berniat untuk sok asik. Tapi kenyataannya sulit.
Dan sampai saat ini gue masih teringat dengan jokes nya Adriano Qalbi,
Yang beranggapan orang sok asik itu, seperti orang yang bau ketek. Dia enggak sadar kalau dirinya bau ketek, tapi sekitarnya merasakan bau terkutuk itu. Nah, sama hal nya seperti orang sok asik.
Dan sampai saat ini gue masih teringat dengan jokes nya Adriano Qalbi,
Yang beranggapan orang sok asik itu, seperti orang yang bau ketek. Dia enggak sadar kalau dirinya bau ketek, tapi sekitarnya merasakan bau terkutuk itu. Nah, sama hal nya seperti orang sok asik.
Gue harus dipancing dulu sih,
baru mau ngobrol.
Sok ganteng, asu.
Jadinya yang bisa gue lakukan
saat ini adalah dengan mencoba berbaur, meskipun gue pun enggak tahu harus
membahas apa. Dan menjadikan kegiatan olahraga sebagai pelarian untuk diri gue.
Menyedihkan, anying.
Yah, namanya juga hidup. Enggak ada yang tahu, masa depan akan seperti apa. Kalau terus-terusan membandingkan diri sendiri dengan orang lain, enggak akan ada habisnya. Sekarang, gue harus mulai berdamai dengan diri sendiri. Dan berusah semaksimal mungkin.
Meskipun beberapa kali rasanya ingin ketemu orang asing, dan berucap, 'Kok hidup, begini amat ya rasanya?'.
Meskipun beberapa kali rasanya ingin ketemu orang asing, dan berucap, 'Kok hidup, begini amat ya rasanya?'.
Sepertinya tulisan ini harus
diakhiri, karena ya memalukan aja sih.
**
Dan sepertinya, domain
Mahasantri ini enggak akan gue lanjutkan.
Ehe.
Tags:
Dailylife
Kalimat terakhirnya yang bikin bertanya, "why?"
ReplyDeletePadahal sudah melekat banget tuh
Makanya itu
DeleteMasih bimbang uy :(
Ngakaaak Njir. Sama ngakaknya gue yang merenungi nasib menjadi pengangguran. Pengen balik sekolah gakda duit. Bangsat...mana udah punya bini. Anying
ReplyDeleteJalan hidup emang beda-beda
DeleteDinikmatin aja, brader
Semangaaat! :(
ReplyDeleteMaaciiii :)))
DeleteJadi sebenarnya lo itu pindah kuliah dari Mesir ke Jordan, udah lulus di Mesir terus lanjut ke Jordan, atau gimana sih? Gue gak paham nih.
ReplyDeleteGa usah difikirin, man
DeleteKaga penting juga
Eheheh
Mantap ... jalan2 dari Mesir ke Jordan. :D 25 th, kelahiran 1994 ya?
ReplyDeleteIya nih
DeleteHehe
Aku sedang menyusun perjalanan hidup perkuliahan Paoji di otak aku secara sistematis, tapi gagal. Yaudalah intinya Paoji sekarang di Jordan dan kayanya lebih hepi wkwk sotoy. Selamat memulai yang baru!
ReplyDeleteSyukron, teh pasyaaa
Delete