Day 11: Talk about your sibling
Ada lagu yang cocok untuk tulisan kali ini mengenai tentang saudara. Berhubung gue anak pertama, sepertinya lagu dari Mas Kunto yang berjudul Sulung cocok menjadi backsound dalam tulisan kali ini.
Terlahir menjadi anak pertama di tiga bersaudara, enggak melulu menjadi yang paling baik. Sejatinya, gue memiliki seorang Kakak. Tapi, karena meninggal sesaat setelah lahir, gue pun menjadi anak pertama. Laki-laki paling ganteng setelah Bapak. Karena adik gue semuanya adalah perempuan.
Semasa kecil, gue enggak akur dengan adik gue yang kedua. Selalu meributkan hal-hal sepele yang ketika difikirkan saat ini, sungguh sangat enggak penting. Meributkan tentang buku tulis hadiah dari sebuah majalah, atau pun hal kecil lain nya. Untungnya soal makanan, kami enggak pernah berantem.
Adik gue semasa kecil nya sangat enggak menyukai susu rasa Vanila serta kuning telur. Sehingga, dua hal tersebut selalu gue yang menghabiskan. Tapi, sekarang dia sudah bisa mengkonsumsi hal itu. Hanya satu makanan yang sedari kecil yang enggak dia sukai sampai saat ini adalah sambel goreng ati. Jadi, ketika Ibu negara memasak lauk tersebut, sudah dipastikan engga ada yang menghabiskan selain diri gue. Berbeda dengan gorengan ya.
Hubungan gue menjadi akur dengan nya ketika kami sama-sama merantau. Gue pergi merantau ke Jawa Timur, sedangkan dia merantau ke daerah Lebak Banten. Hanya dua kali setahun gue bisa bertemu dengan nya, semasa gue SMP sampai SMA. Setelah nya, gue menghabiskan waktu bersama ketika kami sama-sama merantau di negara orang lain yaitu Mesir.
Baca juga: Pendakaian menuju Bukit Sinai di Mesir
**
Lalu adik gue yang terakhir.
Dari ukuran fisik, adik gue yang terakhir mirip dengan diri gue. Dari makan nya, serta pipi nya. Yang membedakan adalah kulit nya yang putih, seolah Tuhan memberikan hal tersebut karena adik gue enggak pernah melakukan kesalahan dalam hidup nya.
Gue masih ingat saat itu Bapak sedang mengunjungi diri gue yang merantau di bangku SMA. Bapak mengatakan bahwa adik gue yang terakhir diberikan keistimewaan oleh Tuhan dengan penyakit yang bernama rett syndrome. Sehingga menjadikan adik gue seperti bayi besar, yang membutuhkan bantuan orang lain. Dia tidak bisa berbicara, maupun berjalan dengan benar layaknya orang-orang.
Rasa sedih yang gue rasakan sebagai seorang Kakak, mungkin akan kalah jauh dengan rasa sedih yang dialami oleh Bapak serta Ibu negara sebagai orangtua. Yang bisa gue lakukan hanyalah membuat adik gue untuk lebih sering tertawa saat diri gue bersamanya. Ketika gue berada di Jakarta.
Ketika video call pun, adik gue ingat dengan diri gue bahkan terkadang suka tertawa melihat kakak laki-laki nya ini.
Seperti yang dicontohkan oleh Bapak, gue harus bisa menjadi seorang kakak yang baik serta membantu adik-adik nya. Perjalanan nya akan sangat panjang serta berliku, tapi sebagai manusia yang bisa dilakukan adalah berbuat dengan sebaik-baik nya.
Fin